مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ،
فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ،
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ
يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman duduk
yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai
besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi,
atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun
tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu
akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Demikianlah Rasulullah Saw memberikan petunjuk kepada kita agar senantiasa memilih teman yang sholeh dan waspada dari teman yang buruk. Rasulullah Saw memberikan contoh dengan dua permisalan ini dalam rangka menjelaskan bahwa seorang teman yang sholeh akan memberikan manfaat bagi kita di setiap saat kita bersamanya. Sebagaimana penjual minyak wangi yang akan memberikan manfaat bagi kita, berupa pemberian minyak wangi, atau minimal jika kita duduk bersamanya, kita akan mencium bau wangi.
Berteman dengan teman yang
sholeh, duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih
banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk
dengan orang sholeh bisa jadi dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat
untuk agama dan dunia kita serta memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat
bagi kita. Atau dia akan memberikan peringatan kepada kita agar menghindari
perkara-perkara yang membahayakan kita.
Teman yang sholeh senantiasa
mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang
tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak
mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya.
Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal
tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan
ataupun yang sebaliknya.
Jika kita tidak mendapat
manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita peroleh ketika
berteman dengan orang yang sholeh, yaitu kita akan tercegah dari
perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang sholeh akan selalu menjaga
persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam melakukan amal kebaikan,
berusaha menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik
ketika kita bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita
berupa kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah
mati.
Sungguh sangat bermanfaat
berteman dengan orang yang sholeh tidak terhitung banyaknya. Dan begitulah
seseorang akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi teman dekatnya,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
المرء
على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang itu menurut
agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman
dekatnya.” (HR. Abu Daud & Tirmidzi)
Bahaya Teman Yang Buruk
Jika berteman dengan orang
yang sholeh dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka berteman dengan
teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek
dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan
keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang
hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang
mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik sadar ataupun tidak
sadar.
Oleh karena itulah, sungguh di
antara nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah
Allah memberinya taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian
bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk.
Berteman dengan orang sholeh
akan memperoleh ilmu yang bermanfaat, akhlak yang utama dan amal yang sholeh.
Adapun berteman dengan orang yang buruk akan mencegahnya dari hal itu semua.
Jangan Sampai Menyesal
Allah Ta’ala berfirman
وَيَوْمَ
يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ
سَبِيلًا يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ
فُلَانًا خَلِيلًا لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ
الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan (ingatlah) hari
(ketika itu) orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai
kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah
bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrabku.
Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al_Quran ketika Al_Quran itu telah
datang kepadaku. Dan adalah syaiton itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al
Furqan: 27-29).
Sebagaimana yang sudah masyhur
di kalangan ulama ahli tafsir, yang dimaksud dengan orang yang dzalim dalam
ayat ini adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, sedangkan si fulan yang telah menyesatkannya
dari petunjuk Al_Qur’an adalah Umayyah bin Khalaf atau saudaranya Ubay bin
Khalaf. Akan tetapi secara umum, ayat ini juga berlaku bagi setiap orang yang
dzalim yang telah memilih mengikuti shahabatnya untuk kembali kepada kekafiran
setelah datang kepadanya hidayah Islam. Sampai akhirnya dia mati dalam keadaan
kafir sebagaimana yang terjadi pada ‘Uqbah bin Abi Mu’ith.
Begitulah Allah Swt telah
menjelaskan betapa besarnya pengaruh seorang teman dekat bagi seseorang, hingga
seseorang dapat kembali kepada kekafiran setelah dia mendapatkan hidayah islam
disebabkan pengaruh teman yang buruk. Oleh karena itulah sudah sepantasnya
setiap dari kita waspada dari teman-teman yang mempunyai perangai buruk.
Sedikit Berpesan Untuk
sahabat-Sahabat ku
Ingin ku kutipkan sedikit nasehat
yang semoga bermanfaat untukku maupun untuk kalian. Nasehat ini berasal dari
seorang ulama bernama Ibnu Qudamah Al Maqdisiy:
“Ketahuilah, Sungguh tidaklah
pantas seseorang menjadikan semua orang sebagai temannya. Akan tetapi
sepantasnya dia memilih orang yang bisa dijadikan sebagai teman, baik dari segi
sifatnya, perangainya, ataupun apa saja yang bisa menimbulkan keinginan untuk
berteman dengannya. Sifat ataupun perangai tersebut hendaknya sesuai dengan
manfaat yang dicari dari hubungan pertemanan. Ada orang yang berteman karena
tujuan dunia, seperti karena ingin memanfaatkan harta, kedudukan ataupun hanya
sekedar bersenang-senang bersama dan ngobrol bersama, akan tetapi hal ini
bukanlah tujuan kita. Ada pula orang yang berteman untuk tujuan agama, dalam
hal ini terdapat pula tujuan yang berbeda-beda.
Di antara mereka ada yang
bertujuan dapat memanfaatkan ilmu dan amalnya, ada pula yang ingin mengambil
manfaat dari hartanya, dengan tercukupinya kebutuhan ketika berada dalam
kesempitan. Secara umum, kesimpulan orang yang bisa dijadikan sebagai teman
hendaknya dia mempunyai lima kriteria berikut: Berakal (cerdas), berakhlak
baik, tidak fasiq, bukan ahli bid’ah dan tidak rakus terhadap dunia.
Kecerdasan merupakan modal
utama. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang dungu, karena orang yang
dungu terkadang dia ingin menolongmu tapi justru dia malah mencelakakanmu.
Akhlak baik, hal ini juga sebuah keharusan. Karena terkadang orang yang cerdas
jika ia sedang marah dan emosi dapat dikuasai oleh hawa nafsunya. Maka tidaklah
baik berteman dengan orang yang cerdas tapi tidak berakhlak. Sedangkan orang
yang fasiq dia tidaklah mempunyai rasa takut kepada Allah. Dan orang yang tidak
mempunyai rasa takut kepada Allah, kamu tidak akan selamat dari tipu dayanya,
disamping dia juga tidak dapat dipercaya. Adapun ahli bid’ah, dikhawatirkan dia
akan mempengaruhimu dengan jeleknya kebid’ahannya.
subhannallah,wal hamdulillah bermanfaat ilmunya InsyaAllah Aamiin..
BalasHapus