Menurut
fatwa seorang Ulama besar: Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa
mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, dengan cara mengumpulkan
banyak orang, dan dibacakan ayat-ayat al-Quran dan diterangkan (diuraikan)
sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi sejak kelahiran hingga wafatnya, dan
diadakan pula sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya dengan cara yang
tidak berlebihan adalah merupakan perbuatan Bid’ah hasanah, dan akan
mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya, sebab
merupakan wujud kegembiraan, dan kecintaan / mahabbah kapada Rosullullah saw.
Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw:
مَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنـَّةِ
“Barang siapa yang senang, gembira, dan cinta kepada saya maka
akan berkumpul bersama dengan saya masuk surga”.
Dalam kitab “Anwarul Muhammadiyah“ karangan: Syekh Yusuf Bin
Ismail An-Nabhani, diterangkan bahwa pada saat hari kelahiran Nabi Muhammad
Saw, seorang wanita budak belian dari Abu Lahab (tokoh kafir jahiliyyah) yang
bernama Tsuwaibah menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran Nabi Muhammad
Saw kepada Abu Lahab. Karena senangnya Abu Lahab mendapat berita itu, spontan
budak wanitanya yang bernama Tsuwaibah itu dibebaskan dan dihadiahkan kepada
Siti Aminah : Ibunda Muhammad Saw untuk menyusui bayinya tersebut.
Ketika Abu Lahab telah meninggal dunia seorang sahabat Nabi ada
yang bertemu dalam mimpinya dan menanyakan tentang nasibnya di akhirat.
Abu Lahab menjawab: Saya disiksa selama-lamanya karena kekafiran
saya tetapi pada tiap-tiap hari senin saya diberi keringanan dari siksaan
bahkan aku bisa mencium dua jari tanganku dan bisa keluar airnya untuk saya
minum.
Dan ketika ditanya: mengapa bisa demikian? Abu Lahab menjawab: Ini
adalah merupakan hadiah dari Allah karena kegembiraanku pada saat kelahiran
Nabi Muhammad Saw.
Dalam sebuah hadits dikatakan:
مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِىْ كُنْتُ شَفِيْعًا
لَهُ يَـوْمَ الْقِيَا مَةِ. وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِى مَوْلِدِى فَكَأَ
نَّمَا اَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَ هَبٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ
“Barang siapa yang memulyakan / memperingati hari kelahiranku maka
aku akan memberinya syafa’at pada hari kiamat. Dan barang siapa memberikan
infaq satu dirham untuk memperingati kelahiranku, maka akan diberi pahala
seperti memberikan infaq emas sebesar gunung fi sabilillah.
Sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq berkata:
مَنْ أَنْفَقَ دِرْ هَماً فِى مَوْ لِدِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِى الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang memberikan infaq satu dirham untuk memperingati
kelahiran Nabi Saw : akan menjadi temanku masuk surga”.
Sahabat Umar Bin Khoththob berkata:
مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ
“Barang siapa yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw,
berarti telah menghidupkan Islam”.
Sahabat Ali Bin Abi Tholib berkata:
مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْياَ اِلاَّ بِاْلإِ يْمَانِ
“Barang siapa yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw,
apabila pergi meninggalkan dunia pergi dengan membawa iman”.
Melihat besarnya pahala tersebut maka banyaklah kaum muslimn
muslimat yang selalu melahirkan rasa cintanya kepada Nabi dan mengagungkan hari
kelahiran Nabi dengan cara-cara yang terpuji seperti pada tiap-tiap malam Senin
atau malam Jum’at mengadakan jama’ah membaca kitab Al- Barzanji, sholawat
maulud, dan ada pula yang menyediakan tabungan yang berwujud uang hasil tanaman
atau sebagian gajinya untuk kepentingan memperingati kelahiran Nabi Saw.
Perintis Peringatan Maulid Nabi
Peringatan Maulud Nabi sudah diadakan oleh kalangan umat Islam
sejak pada kurun ketiga atau tiga ratus tahun setelah hijrah Nabi, yang pada
saat itu kondisi umat Islam mulai rusak dalam berbagai hal.
Tokoh pemerintahan yang pertama kali menyelenggarakan peringatan
Maulud Nabi adalah Penguasa Irbil Raja Mudzaffar Abu said Al Kukburi bin
Zainuddin Ali bin Buktikin. Beliau adalah Raja yang cerdas ahli strategi di
bidang pemerintahan, pemurah, alim dan adil. Saat itu pemerintahannya terasa
kurang stabil, rakyatnya mulai banyak meninggalkan syariat agamanya, akhlaqnya
mulai rusak, mulai terjadi banyak kerusuhan-kerusuhan dan kemaksiatan-
kemaksiatan.
Raja Mudzaffar berinisiatif menyelenggarakan peringatan Maulid
nabi setiap bulan Robi’ul Awal secara besar-besaran, dengan mengumpulakan semua
masyarakat dari tokoh-tokohnya sampai rakyat kecil. Pada peringatan Maulid itu
disampaikan penjelasan tentang sejarah dan perjuangan, serta keteladanan Nabi
Muhammad SAW sejak lahir sampai wafatnya. Seorang ulama’ besar Syekh Al Hafidz
Ibnu Dahyah yang mengarang kitab tentang sejarah Nabi yang diberi nama
At-Tanwir fi Maulidil Basyir An-Nadzir, diberi hadiah oleh Raja 1000 dinar.
Setelah diadakan peringatan Maulid Nabi SAW tersebut, pemerintahan
kembali stabil, semangat pengamalan agamanya makin baik, negaranya aman,
tentram dan bertambah makmur. Sesuai dengan Firman Allah SWT:
وَلَوْ اَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوْا
وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَاكَانُوْا يَكْسِبُوْنَ. (الأعراف :٩٥)
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa,
pastilah kami (Allah) akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya. (QS: Al A’raf :96).
Anjuran memperingati Maulid Nabi
Anjuran supaya memperingati Maulid Nabi sudah diisyaratkan oleh
Allah SWT, dan oleh nabi sendiri. Firman Allah surat Al A’rof: 157:
فَالَّذِيْنَ آمَنُوْا بِهِ وَعَزَّرُوْهُ
وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْ أُنْزِلَ مَعَهُ وَاُولئِكَ هُمُ
اْلمُفْلِحُوْنَ. (الأعراف :١٥٧)
Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad) memulyakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al
Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al A’rof :157)
Termasuk orang-orang yang memulyakan (dalam ayat ini) adalah
orang-orang yang memperingati Maulid Nabi SAW, yang membaca Barzanji, Marhaban,
Burdah, syair-syair dan qosidah-qosidah dan pengajian-pengajian, kalau
dimaksudkan untuk memulyakan Nabi, maka akan mendapat pahala yang banyak dan
akan beruntung.
Nabi Muhammad saw juga sudah memberikan isyarat tentang perlunya
memperingati kelahiran Nabi sebagaimana hadis riwayat Muslim yang bersumber dari
Abu Qotadah Al Anshory r.a:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ
اْلإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ. (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Rosulullah saw ditanya seorang sahabat tentang puasa
hari Senin, maka beliau menjawab, sebab di hari Senin itu hari kelahiranku, dan
wahyu diturunkan kepadaku”. ( HR. Muslim). Dari hadis ini Nabi sendiri
juga memulyakan hari kelahirannya, dengan berpuasa (amal yang baik).
Beberapa pendapat tentang memperingati Maulid Nabi saw.
Di kalangan umat Islam ada beberapa pemahaman tentang memperingati
Maulid nabi saw:
1. Golongan yang terbesar, yaitu yang merayakan Maulid Nabi setiap
bulan Robi’ul Awwal, bahkan di bulan-bulan yang lain atau tiap-tiap malam Senin
atau Jum’at dengan membaca Barzanji, membaca Marhaban dan kitab-kitab Maulid
lainnya, sebagaimana yang biasa diamalkan umat Islam sejak dahulu. Golongan ini
ada yang hanya membaca Barzanji saja, atau ada pula yang diteruskan dengan
pengajian atau ceramah tentang riwayat dan perjuangan Nabi. Semua itu dengan
maksud untuk melahirkan kecintaannya kepada nabi Muhammad saw.
2. Golongan umat Islam yang nerayakan maulid nabi tiap Bulan
Robiul Awal, tetapi tidak dengan membaca Barzanji, tidak membaca Marhaban, atau
kitab-kitab Maulid lainnya, karena dianggap tidak ada tuntunannya.
3. Golongan yang ekstrim, yaitu tidak mau merayakan peringatan
maulid Nabi sama sekali, karena hal itu dianggap bid’ah yang harus
ditinggalkan.